BERITA & PERISTIWA
Menjelajahi MiaoLi
Berkendara dan Berkereta Rel Menyusuri Daerah Pedalaman Hakka Taiwan
Di antara koridor Keelung-Taipei-Hsinchu yang sangat berkembang, dan kota metropolis Taichung yang berkembang pesat “yang sekarang telah menjadi kota terpadat kedua di Taiwan” di sanalah Kabupaten Miaoli berada. Kepadatan penduduk Miaoli (549.000 orang yang menghuni lahan seluas 1.820 kilometer persegi) hanya seperempat dari Taichung. Terlepas dari posisi kedatangan Anda, dari utara maupun selatan, kesan pertama yang tercipta tampaknya akan melukiskan kemegahan sebuah pedesaan. Di daerah ini, statistik resmi yang menyatakan bahwa 58 persen Taiwan ditutupi oleh pohon atau bambu tampaknya kurang tepat.
Karena kotanya tidak cukup besar, Miaoli kerap dianggap sebagai daerah terpencil, kendati kabupaten ini dapat dijangkau dari daerah perkotaan yang telah disebutkan sebelumnya dengan cepat dan mudah. Wisatawan yang berkunjung dengan mobil dapat melalui salah satu jalan raya bebas hambatan utara-selatan Taiwan, Jalan Bebas Hambatan Propinsi 61 (Jalan Tol Pantai Barat) di sepanjang pantai juga yang bisa menjadi alternatif jalan yang lebih lambat. Jalan Raya Propinsi 13 memang berguna untuk mengakses kota Miaoli di Sanyi, tetapi bagi mereka yang berkendara motor mungkin akan lebih menyukai Jalan Raya Propinsi 3 yang lebih indah. Karena Miaoli adalah daerah berbukit di pulau berbukit, sebaiknya pengendara sepeda yang nekat juga harus tahu bahwa pilihan jalan yang kedua tidak selalu lurus dan rata.
Jika Anda berencana untuk berwisata dengan kereta api, titik awal yang disarankan untuk mendapatkan informasi ada di artikel saya pada edisi Maret/April 2017 tentang Perjalanan di Taiwan (temukan kembali edisi majalah online di tosto.re/travelintaiwan). Kali ini, riset perjalanan saya juga dimulai dengan Kereta Cepat Taiwan (THSR) menuju Miaoli. Di stasiun THSR saya bertemu dengan teman-teman seperjalanan saya, dan bersama-sama kami berkendara ke selatan ke Stasiun Kereta Api Shengxing di Sanyi, sebuah kota yang terkenal dengan para pemahat kayu berbakat dan Museum Patung Kayu Sanyi (wood.mlc.gov.tw).
Desa indah Shengxing memiliki salah satu stasiun kereta api yang terkenal di Taiwan, namun yang mengherankan adalah, layanan penumpang reguler di jalur kereta api yang lewat sini telah berhenti lebih dari 20 tahun yang lalu. Antara tahun 1903 dan 1998, Jalur Gunung Tua yang dilalui kereta lokal, ekspres, dan kereta barang melintasi Sungai Da’an ke daerah Taichung yang lebih besar. Pada ketinggian 402,36 m, Stasiun Kereta Api Shengxing merupakan stasiun tertinggi di atas permukaan laut dari jaringan kereta api konvensional Taiwan. Stasiun, bangunan bergaya pondokan kayu kuno yang dibangun pada tahun 1930 itu memang memiliki struktur yang sangat fotogenik.
Setelah menyelesaikan jalur alternatif yang lebih pendek dan lebih lurus dari Jalur Gunung Tua, jalur sepanjang 15,9 km, bersama dengan delapan terowongan dan tiga jembatan, kemudian dinonaktifkan. Stasiun Shengxing telah ditutup, tetapi tidak pernah dilupakan dan sejak tahun lalu wisatawan tetap memiliki alasan baru untuk berkunjung ke sini.
Keceriaan Berkereta Rel Sanyi
Daya tarik Rail Bike/Berkereta Rel di Gunung Tua adalah perjalanan 90 menit yang tidak biasa. Perjalanan kereta api ini melintasi pemandangan indah dengan kecepatan selambat bersepeda, tetapi tanpa mengayuh pedal. Untuk menaikinya Anda perlu melakukan pemesanan di muka melalui www.oml-railbike.com, karena peserta berangkat dalam kelompok empat kali sehari. Terlebih lagi, Anda harus tiba setidaknya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan untuk mengambil tiket Anda (NT$280 per orang), dan kemudian melapor di platform 20 menit sebelum naik. Jangan khawatir, 20 menit adalah waktu tunggu yang singkat karena Anda pastinya akan disibukkan dengan kegiatan memotret stasiun dan sekitarnya.
“Rail bike” adalah penyebutan yang kurang tepat, karena setiap kendaraannya hanya seukuran kereta golf, dengan empat roda seperti kereta, dan meluncur di rel kereta yang tidak dimodifikasi. Kanopi terpasang untuk melindungi para penumpang (tersedia empat kursi) dari terik matahari dan siraman hujan.
Saya terkesan dengan jumlah staf yang bertugas, dan ketekunan mereka. Sabuk pengaman harus dikencangkan, dan sebelum memulai perjalanan sepanjang 6 km dari stasiun kereta api ke Terowongan No. 6, setiap “pengemudi” – saya adalah salah satu yang ada di “lokomotif” kami – diperlihatkan cara memulai motor listrik, melepaskan rem tangan, dan mempercepatnya. Jika Anda pernah naik salah satu skuter umum yang banyak ditemukan di Taiwan, Anda tentu dapat mengemudikan kereta ini. Malahan, ini jauh lebih mudah: Tidak perlu mengarahkan, dan kereta telah disetel agar kecepatannya tidak dapat melebihi 12 km/jam.
Kami diinstruksikan untuk menjauhi stasiun secara berkala. Merupakan ide yang bagus untuk menyisakan sedikit jarak di antara masing-masing kereta, karena pengemudi sering terganggu oleh pemandangan dan melambat. Tak lama setelah itu, kami pun mendekati terowongan sepanjang 725m di selatan stasiun, mengganggu kelelawar yang bertengger di dalamnya. Sepanjang terowongan tidak gelap pekat, karena pemandangan bangunan area stasiun dan keindahan terkenal lainnya yang terkait dengan Jalur Gunung Tua diproyeksikan di dinding terowongan.
Kembali menyapa sinar matahari di musim dingin, kami kemudian melewati perkebunan sirih, pertanian stroberi, dan rumpun pohon tung. Pohon tung telah menjadi simbol masyarakat Hakka yang mendiami bagian Taiwan ini. Kayunya disukai oleh para pemahat kayu di kota Sanyi, dan minyak yang terbuat dari bijinya memiliki banyak manfaat. Festival Bunga Tung Hakka, yang diadakan setiap musim semi, adalah perayaan besar di barat laut dan bagian lain pulau tempat pohon tung bertumbuh.
Sebagian besar rutenya merupakan jalur tunggal, dan tak lama kemudian kami melintasi jembatan sempit yang jauh di atas sungai kecil di gunung. Bila menengok ke kiri, kami bisa menikmati salah satu pemandangan terfavorit Miaoli: Jembatan Longteng, a.k.a. Jembatan Yutengping.
Ketika bencana tektonik paling mematikan dalam sejarah Taiwan melanda pada 21 April 1935 dan menewaskan 3.422 orang, setiap lengkungan batu jembatan runtuh bersamanya, sama seperti halnya rangka baja fondasinya. Alih-alih membersihkan puing dan membangun kembali dari awal, pihak berwenang memutuskan untuk memindahkan rel kereta api berjarak pendek ke barat. Reruntuhan berbentuk kolom dari jembatan yang rusak namun tetap berdiri kini dianggap sebagai monumen peringatan akan dahsyatnya kekuatan alam.
Kami diperintahkan untuk memarkir sepeda kereta api kami di jalur tempat pengendara dapat memandang ke bawah, ke Sekolah Dasar Liyu. Bila menengok ke arah barat, kami juga bisa melihat Gunung Huoyan, yang terletak di pantai Selat Taiwan. Punggungnya yang gundul dan berpasir bukanlah hal yang biasa untuk kondisi Taiwan yang rimbun dan tropis.
Semua orang kemudian berjalan kaki menyusuri Terowongan No. 6 ke Jembatan Besi Neishechuan. Jembatan itu sendiri tidak boleh dilalui, tetapi dari ujung utara kami masih bisa menikmati pemandangan naik turunnya jalur air yang mengaliri Waduk Liyutan. Setelah mengetahui tentang tempat ini dan sejarah jalur kereta api, kami kemudian kembali ke Shengxing.
Jika Anda ingin melihat bagian dari Jalur Gunung Tua ini tanpa mendaftar untuk berkereta rel, Anda dapat mencapai jembatan besi melalui Jalan Kotapraja 52. Langkah-langkahnya dapat menghubungkan jalan dengan ujung selatan terowongan. Tidak ada yang dapat menghentikan langkah Anda ke utara melalui terowongan, tetapi lebih baik untuk membawa senter.
Antara Shengxing dan Beipu
Shengxing mungkin adalah desa bukit Hakka yang klasik, dan Beipu terletak di daerah tetangga Hsinchu yang juga merupakan kota Hakka klasik. Dibutuhkan setidaknya satu setengah jam untuk berkendara dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi ini adalah perjalanan menyusuri pemandangan yang menakjubkan yang dapat dipisah-pisahkan di tempat-tempat seperti kota Dahu dan Waduk Mingde.
Untuk mencapai Dahu dari Kotapraja Sanyi, Anda dapat memilih Jalan Kabupaten 130 yang indah dan berliku, yang menghubungkan ke Jalan Raya Propinsi 3. Tanyakan saja kepada penduduk Taiwan hal yang terkenal di Dahu, dan mereka sepertinya akan menjawab “stroberi.” Ada banyak perkebunan yang menawarkan pemetikan langsung di sepanjang dan dekat jalan raya, dan banyak toko-toko yang menjual selai, wine, dan produk lain yang dibuat dengan mengolah buah khas kotapraja.
Waduk Mingde di Kota Touwu, berjarak sekitar 28 km di sebelah utara Dahu. Danau buatan yang indah ini luasnya 170 hektar dan bisa dilalui kendaraan di sekitar waduk (pilih Jalan Propinsi 126 untuk mencapai waduk dari Jalan Bebas Hambatan 3). Seperti yang Anda perkirakan, ada beberapa kedai-kedai kopi dan tempat untuk menikmati pemandangan yang dapat Anda singgahi sebelum melanjutkan perjalanan ke utara.
Jika air benar-benar dapat mengapungkan perahu Anda, tinggalkan Jalan Bebas Hambatan 3 sekitar 11 km sebelum Beipu dan pergilah ke Waduk Dapu di Kotapraja Emei Kabupaten Hsinchu. Bangunan-bangunan besar di semenanjung itu adalah milik Nature Loving Wonderland (www.naturelovingwonderland.org), sebuah kompleks Buddhis yang memiliki patung perunggu tertinggi Buddha Maitreya di dunia. Aturan berkunjungnya memang berbelit-belit, jadi periksalah terlebih dahulu via online jika Anda ingin masuk ke dalam kompleks.
Untuk jalan memutar yang lebih panjang, Anda dapat memilih Jalan Bebas Hambatan 3 ke kota kecil Shitan, pusat Kota Shitan, lalu belok ke Jalan Propinsi 124. Jalan yang terakhir itu akan membawa Anda melewati medan berbukit yang dihuni oleh penduduk Hakka, Hoklo, dan penduduk asli, melewati atraksi ekologi termasuk Taman Alam Sungai Penglai, dan masuk ke desa Nanzhuang. Untuk wisatawan yang ingin menghindari kerumitan mengemudi, mereka dapat menikmati dua daya tarik Nanzhuang.
Salah satunya adalah yang diakui oleh Cittaslow International, aliansi “desa/kota santai” yang berbasis di Italia, sebagai tempat yang (sesuai istilah di situs web grup, www.cittaslow.org), “menghormati kesehatan penduduk, keaslian produk dan makanan lezat, (dan) tradisi kerajinan yang menarik. ”
Hal lainnya adalah memiliki koneksi bus yang baik. Layanan Kota Hsinchu-Nanzhuang membutuhkan sedikit lebih dari satu jam, dan harga tiket masuk satu hari (NT$150) untuk layanan Antar-Jemput Wisatawan Taiwan di daerah itu, yang juga menyediakan akses ke tempat-tempat menarik seperti desa adat di Danau Xiangtian dan situs keagamaan Gunung Kepala Singa. Untuk informasi detail bus, baca www.taiwantrip.com.tw.
Berkendara dan Berkereta Rel Menyusuri Daerah Pedalaman Hakka Taiwan
Di antara koridor Keelung-Taipei-Hsinchu yang sangat berkembang, dan kota metropolis Taichung yang berkembang pesat “yang sekarang telah menjadi kota terpadat kedua di Taiwan” di sanalah Kabupaten Miaoli berada. Kepadatan penduduk Miaoli (549.000 orang yang menghuni lahan seluas 1.820 kilometer persegi) hanya seperempat dari Taichung. Terlepas dari posisi kedatangan Anda, dari utara maupun selatan, kesan pertama yang tercipta tampaknya akan melukiskan kemegahan sebuah pedesaan. Di daerah ini, statistik resmi yang menyatakan bahwa 58 persen Taiwan ditutupi oleh pohon atau bambu tampaknya kurang tepat.
Karena kotanya tidak cukup besar, Miaoli kerap dianggap sebagai daerah terpencil, kendati kabupaten ini dapat dijangkau dari daerah perkotaan yang telah disebutkan sebelumnya dengan cepat dan mudah. Wisatawan yang berkunjung dengan mobil dapat melalui salah satu jalan raya bebas hambatan utara-selatan Taiwan, Jalan Bebas Hambatan Propinsi 61 (Jalan Tol Pantai Barat) di sepanjang pantai juga yang bisa menjadi alternatif jalan yang lebih lambat. Jalan Raya Propinsi 13 memang berguna untuk mengakses kota Miaoli di Sanyi, tetapi bagi mereka yang berkendara motor mungkin akan lebih menyukai Jalan Raya Propinsi 3 yang lebih indah. Karena Miaoli adalah daerah berbukit di pulau berbukit, sebaiknya pengendara sepeda yang nekat juga harus tahu bahwa pilihan jalan yang kedua tidak selalu lurus dan rata.
Jika Anda berencana untuk berwisata dengan kereta api, titik awal yang disarankan untuk mendapatkan informasi ada di artikel saya pada edisi Maret/April 2017 tentang Perjalanan di Taiwan (temukan kembali edisi majalah online di tosto.re/travelintaiwan). Kali ini, riset perjalanan saya juga dimulai dengan Kereta Cepat Taiwan (THSR) menuju Miaoli. Di stasiun THSR saya bertemu dengan teman-teman seperjalanan saya, dan bersama-sama kami berkendara ke selatan ke Stasiun Kereta Api Shengxing di Sanyi, sebuah kota yang terkenal dengan para pemahat kayu berbakat dan Museum Patung Kayu Sanyi (wood.mlc.gov.tw).
Desa indah Shengxing memiliki salah satu stasiun kereta api yang terkenal di Taiwan, namun yang mengherankan adalah, layanan penumpang reguler di jalur kereta api yang lewat sini telah berhenti lebih dari 20 tahun yang lalu. Antara tahun 1903 dan 1998, Jalur Gunung Tua yang dilalui kereta lokal, ekspres, dan kereta barang melintasi Sungai Da’an ke daerah Taichung yang lebih besar. Pada ketinggian 402,36 m, Stasiun Kereta Api Shengxing merupakan stasiun tertinggi di atas permukaan laut dari jaringan kereta api konvensional Taiwan. Stasiun, bangunan bergaya pondokan kayu kuno yang dibangun pada tahun 1930 itu memang memiliki struktur yang sangat fotogenik.
Setelah menyelesaikan jalur alternatif yang lebih pendek dan lebih lurus dari Jalur Gunung Tua, jalur sepanjang 15,9 km, bersama dengan delapan terowongan dan tiga jembatan, kemudian dinonaktifkan. Stasiun Shengxing telah ditutup, tetapi tidak pernah dilupakan dan sejak tahun lalu wisatawan tetap memiliki alasan baru untuk berkunjung ke sini.
Keceriaan Berkereta Rel Sanyi
Daya tarik Rail Bike/Berkereta Rel di Gunung Tua adalah perjalanan 90 menit yang tidak biasa. Perjalanan kereta api ini melintasi pemandangan indah dengan kecepatan selambat bersepeda, tetapi tanpa mengayuh pedal. Untuk menaikinya Anda perlu melakukan pemesanan di muka melalui www.oml-railbike.com, karena peserta berangkat dalam kelompok empat kali sehari. Terlebih lagi, Anda harus tiba setidaknya 45 menit sebelum jadwal keberangkatan untuk mengambil tiket Anda (NT$280 per orang), dan kemudian melapor di platform 20 menit sebelum naik. Jangan khawatir, 20 menit adalah waktu tunggu yang singkat karena Anda pastinya akan disibukkan dengan kegiatan memotret stasiun dan sekitarnya.
“Rail bike” adalah penyebutan yang kurang tepat, karena setiap kendaraannya hanya seukuran kereta golf, dengan empat roda seperti kereta, dan meluncur di rel kereta yang tidak dimodifikasi. Kanopi terpasang untuk melindungi para penumpang (tersedia empat kursi) dari terik matahari dan siraman hujan.
Saya terkesan dengan jumlah staf yang bertugas, dan ketekunan mereka. Sabuk pengaman harus dikencangkan, dan sebelum memulai perjalanan sepanjang 6 km dari stasiun kereta api ke Terowongan No. 6, setiap “pengemudi” – saya adalah salah satu yang ada di “lokomotif” kami – diperlihatkan cara memulai motor listrik, melepaskan rem tangan, dan mempercepatnya. Jika Anda pernah naik salah satu skuter umum yang banyak ditemukan di Taiwan, Anda tentu dapat mengemudikan kereta ini. Malahan, ini jauh lebih mudah: Tidak perlu mengarahkan, dan kereta telah disetel agar kecepatannya tidak dapat melebihi 12 km/jam.
Kami diinstruksikan untuk menjauhi stasiun secara berkala. Merupakan ide yang bagus untuk menyisakan sedikit jarak di antara masing-masing kereta, karena pengemudi sering terganggu oleh pemandangan dan melambat. Tak lama setelah itu, kami pun mendekati terowongan sepanjang 725m di selatan stasiun, mengganggu kelelawar yang bertengger di dalamnya. Sepanjang terowongan tidak gelap pekat, karena pemandangan bangunan area stasiun dan keindahan terkenal lainnya yang terkait dengan Jalur Gunung Tua diproyeksikan di dinding terowongan.
Kembali menyapa sinar matahari di musim dingin, kami kemudian melewati perkebunan sirih, pertanian stroberi, dan rumpun pohon tung. Pohon tung telah menjadi simbol masyarakat Hakka yang mendiami bagian Taiwan ini. Kayunya disukai oleh para pemahat kayu di kota Sanyi, dan minyak yang terbuat dari bijinya memiliki banyak manfaat. Festival Bunga Tung Hakka, yang diadakan setiap musim semi, adalah perayaan besar di barat laut dan bagian lain pulau tempat pohon tung bertumbuh.
Sebagian besar rutenya merupakan jalur tunggal, dan tak lama kemudian kami melintasi jembatan sempit yang jauh di atas sungai kecil di gunung. Bila menengok ke kiri, kami bisa menikmati salah satu pemandangan terfavorit Miaoli: Jembatan Longteng, a.k.a. Jembatan Yutengping.
Ketika bencana tektonik paling mematikan dalam sejarah Taiwan melanda pada 21 April 1935 dan menewaskan 3.422 orang, setiap lengkungan batu jembatan runtuh bersamanya, sama seperti halnya rangka baja fondasinya. Alih-alih membersihkan puing dan membangun kembali dari awal, pihak berwenang memutuskan untuk memindahkan rel kereta api berjarak pendek ke barat. Reruntuhan berbentuk kolom dari jembatan yang rusak namun tetap berdiri kini dianggap sebagai monumen peringatan akan dahsyatnya kekuatan alam.
Kami diperintahkan untuk memarkir sepeda kereta api kami di jalur tempat pengendara dapat memandang ke bawah, ke Sekolah Dasar Liyu. Bila menengok ke arah barat, kami juga bisa melihat Gunung Huoyan, yang terletak di pantai Selat Taiwan. Punggungnya yang gundul dan berpasir bukanlah hal yang biasa untuk kondisi Taiwan yang rimbun dan tropis.
Semua orang kemudian berjalan kaki menyusuri Terowongan No. 6 ke Jembatan Besi Neishechuan. Jembatan itu sendiri tidak boleh dilalui, tetapi dari ujung utara kami masih bisa menikmati pemandangan naik turunnya jalur air yang mengaliri Waduk Liyutan. Setelah mengetahui tentang tempat ini dan sejarah jalur kereta api, kami kemudian kembali ke Shengxing.
Jika Anda ingin melihat bagian dari Jalur Gunung Tua ini tanpa mendaftar untuk berkereta rel, Anda dapat mencapai jembatan besi melalui Jalan Kotapraja 52. Langkah-langkahnya dapat menghubungkan jalan dengan ujung selatan terowongan. Tidak ada yang dapat menghentikan langkah Anda ke utara melalui terowongan, tetapi lebih baik untuk membawa senter.
Antara Shengxing dan Beipu
Shengxing mungkin adalah desa bukit Hakka yang klasik, dan Beipu terletak di daerah tetangga Hsinchu yang juga merupakan kota Hakka klasik. Dibutuhkan setidaknya satu setengah jam untuk berkendara dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi ini adalah perjalanan menyusuri pemandangan yang menakjubkan yang dapat dipisah-pisahkan di tempat-tempat seperti kota Dahu dan Waduk Mingde.
Untuk mencapai Dahu dari Kotapraja Sanyi, Anda dapat memilih Jalan Kabupaten 130 yang indah dan berliku, yang menghubungkan ke Jalan Raya Propinsi 3. Tanyakan saja kepada penduduk Taiwan hal yang terkenal di Dahu, dan mereka sepertinya akan menjawab “stroberi.” Ada banyak perkebunan yang menawarkan pemetikan langsung di sepanjang dan dekat jalan raya, dan banyak toko-toko yang menjual selai, wine, dan produk lain yang dibuat dengan mengolah buah khas kotapraja.
Waduk Mingde di Kota Touwu, berjarak sekitar 28 km di sebelah utara Dahu. Danau buatan yang indah ini luasnya 170 hektar dan bisa dilalui kendaraan di sekitar waduk (pilih Jalan Propinsi 126 untuk mencapai waduk dari Jalan Bebas Hambatan 3). Seperti yang Anda perkirakan, ada beberapa kedai-kedai kopi dan tempat untuk menikmati pemandangan yang dapat Anda singgahi sebelum melanjutkan perjalanan ke utara.
Jika air benar-benar dapat mengapungkan perahu Anda, tinggalkan Jalan Bebas Hambatan 3 sekitar 11 km sebelum Beipu dan pergilah ke Waduk Dapu di Kotapraja Emei Kabupaten Hsinchu. Bangunan-bangunan besar di semenanjung itu adalah milik Nature Loving Wonderland (www.naturelovingwonderland.org), sebuah kompleks Buddhis yang memiliki patung perunggu tertinggi Buddha Maitreya di dunia. Aturan berkunjungnya memang berbelit-belit, jadi periksalah terlebih dahulu via online jika Anda ingin masuk ke dalam kompleks.
Untuk jalan memutar yang lebih panjang, Anda dapat memilih Jalan Bebas Hambatan 3 ke kota kecil Shitan, pusat Kota Shitan, lalu belok ke Jalan Propinsi 124. Jalan yang terakhir itu akan membawa Anda melewati medan berbukit yang dihuni oleh penduduk Hakka, Hoklo, dan penduduk asli, melewati atraksi ekologi termasuk Taman Alam Sungai Penglai, dan masuk ke desa Nanzhuang. Untuk wisatawan yang ingin menghindari kerumitan mengemudi, mereka dapat menikmati dua daya tarik Nanzhuang.
Salah satunya adalah yang diakui oleh Cittaslow International, aliansi “desa/kota santai” yang berbasis di Italia, sebagai tempat yang (sesuai istilah di situs web grup, www.cittaslow.org), “menghormati kesehatan penduduk, keaslian produk dan makanan lezat, (dan) tradisi kerajinan yang menarik. ”
Hal lainnya adalah memiliki koneksi bus yang baik. Layanan Kota Hsinchu-Nanzhuang membutuhkan sedikit lebih dari satu jam, dan harga tiket masuk satu hari (NT$150) untuk layanan Antar-Jemput Wisatawan Taiwan di daerah itu, yang juga menyediakan akses ke tempat-tempat menarik seperti desa adat di Danau Xiangtian dan situs keagamaan Gunung Kepala Singa. Untuk informasi detail bus, baca www.taiwantrip.com.tw.